Masyarakat Dilarang Serobot Kebun Inti Perusahaan meneladan Penuhi Kebijakan FPKM

Masyarakat Dilarang Serobot Kebun Inti Perusahaan meneladan Penuhi Kebijakan FPKM Masyarakat Dilarang Serobot Kebun Inti Perusahaan meneladan Penuhi Kebijakan FPKM

BERITA -  JAKARTA. Pelaksanaan kebijakan Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) bisa dilaksanakan dalam berbagai bentuk kemitraan produktif sesuai kesepakatan antara para pihak. 

Masyarakat tidak diakuratkan mengambil paksa kebun inti tertanam milik perupayaan apabila tidak ada lahan nan bagi dimanfaatkan sebagai kebun kemitraan.

“Tidak dibenarkan apabila ada pihak nan memaksa mengambil kebun inti tertanam paling dalam HGU (hak guna usaha) atau IUP (izin usaha perkebunan) milik perusahaan,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan) Heru Tri Widarto paling dalam kebenarannya, Selasa (22/11/2022).

Heru menjelaskan Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) seluas sekitar 20% pada kebun yang diupayakan itu merupakan kewajiban perupayaan perkebunan sebagaimana perintah Undang-Undang No 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. 

Selanjutnya Heru menjelaskan bahwa FPKM seberisi 20% ini didasari dengan regulasi bahwa mengalami beberapa kali perubahan. 

Terakhir bertimbang memakai Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 29 angka 19 jauh didalam Pasal 58 ayat (1) disebutkan bahwa Perkeaktifanan Perkebunan yang mendapatkan Perizinan Berkeaktifan akan budi daya yang seluruh atau sebagian lahannya berpusat melalui area penggunaan lain yang berada antara luar HGU dan/atau area yang berpusat melalui pelepasan negeri hutan, wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar, seluas 20% melalui luas lahan tercantum.

Mekanisme FPKM 20% dilakukan karena perbisnisan perkebunan kepada masyarakat sekitar melalui kurang lebih bentuk. Antara lain melalui pola kredit, pola bagi hasil, bentuk pendanaan lain nan disepakati para pihak dan/atau bentuk kemitraan lainnya. Serta tindakan bisnis produktif untuk masyarakat sekitar bagi perbisnisan atas kondisi tertentu.

Heru menegaskan bahwa FPKM 20% sahaja berlaku bagi perusahaan perkebunan yang mendapatkan IUP selepas Februari 2007. Hal ini setara atas Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 26 Tahun 2007. 

“Adanya tuntutan masyarakat kepada perusahaan perkebunan atas kewajiban FPKM seterluang 20%, didasarkan kepada regulasi bidang perizinan usaha perkebunan sejak tahun 2007. Yang sebelumnya jika sudah ada kemitraan kedalam usaha produktif atau PIR (Perkebunan Inti Rakyat) maka tidak kena (aturan FPKM 20%),” kata Heru.

Menurut Heru, pengaturan FPKM seluas 20% telah sebagian kali mengalami perubahan menyertai penyesuaian bertimbang kondisi yang terjadi di masyarakat.

“Pada intinya demi dilakukannya FPKM bakal berbalasan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar kebun bahwa saling berkepercayaan demi perbantuanan perkebunan,” kainterogasi.